cek

Mw nonton tv ?? sini aja ga perlu tv TUnner ^_^

PASANG EMBED TV INI DI BLOG ANDA :

Selasa, 01 Juni 2010

Maestro Maestro Majalengka

Saya dapat dari beberapa sumber.  


Ajip Rosidi

Ajip Rosidi (baca: Ayip Rosidi), (lahir di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, 31 Januari 1938; umur 72 tahun) adalah sastrawan Indonesia.Daftar isi [sembunyikan]
1 Pendidikan
2 Keluarga
3 Proses kreatif
4 Aktivitas
5 Penghargaan
6 Karya-karyanya
7 Referensi
8 Pranala luar

[sunting]
Pendidikan
Sekolah Rakyat 6 tahun di Jatiwangi (1950)
Sekolah Menengah Pertama Negeri VIII Jakarta (1953)
Taman Madya, Taman Siswa Jakarta (1956, tidak tamat)
[sunting]
Keluarga

Ia menikah dengan Fatimah Wirjadibrata (1955) dan dikaruniai 6 anak:
Nunun Nuki Aminten (1956)
Titi Surti Nastiti (1957)
Uga Percéka (1959)
Nundang Rundagi (1961)
Rangin Sembada (1963)
Titis Nitiswari (1965).
[sunting]
Proses kreatif

Ajip mula-mula menulis karya kreatif dalam bahasa Indonesia, kemudian telaah dan komentar tentang sastera, bahasa dan budaya, baik berupa artikel, buku atau makalah dalam berbagai pertemuan di tingkat regional, nasional, maupun internasional. Ia banyak melacak jejak dan tonggak alur sejarah sastra Indonesia dan Sunda, menyampaikan pandangan tentang masalah sosial politik, baik berupa artikel dalam majalah, berupa ceramah atau makalah. Dia juga menulis biografi seniman dan tokoh politik.

Ia mulai mengumumkan karya sastera tahun 1952, dimuat dalam majalah-majalah terkemuka pada waktu itu seperti Mimbar Indonesia, Gelanggang/Siasat, Indonesia, Zenith, Kisah, dll. Menurut penelitian Dr. Ulrich Kratz (1988), sampai dengan tahun 1983, Ajip adalah pengarang sajak dan cerita pendek yang paling produktif (326 judul karya dimuat dalam 22 majalah).

Bukunya yang pertama, Tahun-tahun Kematian terbit ketika usianya 17 tahun (1955), diikuti oleh kumpulan sajak, kumpulan cerita pendek, roman, drama, kumpulan esai dan kritik, hasil penelitian, dll., baik dalam bahasa Indonesia maupun Sunda, yang jumlahnya sekitar seratus judul.

Karyanya banyak yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, dimuat dalam bunga rampai atau terbit sebagai buku, a.l. dalam bahasa Belanda, Cina, Inggris, Jepang, Perands, Kroatia, Rusia, dll.
[sunting]
Aktivitas

Ketika masih duduk di SMP menjadi redaktur majalah Suluh Pelajar (Suluh Peladjar) (1953-1955) yang tersebar ke seluruh Indonesia. Kemudian menjadi pemimpin redaksi bulanan Prosa (1955), Mingguan (kemudian Majalah Sunda (1965-1967), bulanan Budaya Jaya (Budaja Djaja, 1968-1979). Mendirikan dan memimpin Proyek Penelitian Pantun dan Folklor Sunda (PPP-FS) yang banyak merekam Carita Pantun dan mempublikasikannya (1970-1973).

Bersama kawan-kawannya, Ajip mendirikan penerbit Kiwari di Bandung (1962), penerbit Cupumanik (Tjupumanik) di Jatiwangi (1964), Duta Rakyat (1965) di Bandung, Pustaka Jaya (kemudian Dunia Pustaka Jaya) di Jakarta (1971), Girimukti Pasaka di Jakarta (1980), dan Kiblat Buku Utama di Bandung (2000). Terpilih menjadi Ketua IKAPI dalam dua kali kongres (1973-1976 dan 1976-1979). Menjadi anggota DKJ sejak awal (1968), kemudian menjadi Ketua DKJ beberapa masaja batan (1972-1981). Menjadi anggota BMKN 1954, dan menjadi anggota pengurus pleno (terpilih dalam Kongres 1960). Menjadi anggota LBSS dan menjadi anggota pengurus pleno (1956-1958) dan anggota Dewan Pembina (terpilih dalam Kongres 1993), tapi mengundurkan diri (1996). Salah seorang pendiri dan salah seorang Ketua PP-SS yang pertama (1968-1975), kemudian menjadi salah seorang pendiri dan Ketua Dewan Pendiri Yayasan PP-SS (1996). Salah seorang pendiri Yayasan PDS H.B. Jassin (1977).

Sejak 1981 diangkat menjadi guru besar tamu di Osaka Gaikokugo Daigaku (Universitas Bahasa Asing Osaka), sambil mengajar di Kyoto Sangyo Daigaku (1982-1996) dan Tenri Daignku (1982-1994), tetapi terus aktif memperhatikan kehidupan sastera-budaya dan sosial-politik di tanah air dan terus menulis. Tahun 1989 secara pribadi memberikan Hadiah Sastera Rancagé setiap yang kemudian dilanjutkan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage yang didirikannya.

Setelah pensiun ia menetap di desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Magelang, Jawa Tengah. Meskipun begitu, ia masih aktif mengelola beberapa lembaga nonprofit seperti Yayasan Kebudayaan Rancagé dan Pusat Studi Sunda
[sunting]
Penghargaan
Hadiah Sastera Nasional 1955-1956 untuk puisi (diberikan tahun 1957) dan 1957-1958 untuk prosa (diberikan tahun 1960).
Hadiah Seni dari Pemerintah RI 1993.
Kun Santo Zui Ho Sho ("Bintang Jasa Khazanah Suci, Sinar Emas dengan Selempang Leher") dari pemerintah Jepang sebagai penghargaan atas jasa-jasanya yang dinilai sangat bermanfaat bagi hubungan Indonesia-Jepang 1999
Anugerah Hamengku Buwono IX 2008 untuk berbagai sumbangan positifnya bagi masyarakat Indonesia di bidang sastera dan budaya.
[sunting]
Karya-karyanya

Ada ratusan karya Ajip. Beberapa di antaranya
Tahun-tahun Kematian (kumpulan cerpen, 1955)
Ketemu di Jalan (kumpulan sajak bersama SM Ardan dan Sobron Aidit, 1956)
Pesta (kumpulan sajak, 1956)
Di Tengah Keluarga (kumpulan cerpen, 1956)
Sebuah Rumah buat Haritua (kumpulan cerpen, 1957)
Perjalanan Penganten (roman, 1958, sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh H. Chambert-Loir, 1976; Kroatia, 1978, dan Jepang oleh T. Kasuya, 1991)
Cari Muatan (kumpulan sajak, 1959)
Membicarakan Cerita Pendek Indonesia (1959)
Surat Cinta Enday Rasidin (kumpulan sajak, 1960);
Pertemuan Kembali (kumpulan cerpen, 1961)
Kapankah Kesusasteraan Indonesia lahir? (1964; cetak ulang yang direvisi, 1985)
Jante Arkidam jeung salikur sajak lianna (kumpulan sajak, bahasa Sunda, 1967);
Jeram (kumpulan sajak, 1970);
Jante Arkidam jeung salikur sajak lianna (kumpulan sajak, bahasa Sunda, 1967)
Ikhtisar Sejarah Sastera Indonesia (1969)
Ular dan Kabut (kumpulan sajak, 1973);
Sajak-sajak Anak Matahari (kumpulan sajak, 1979, seluruhnya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh T. Indoh, dan dimuat dalam majalah Fune dan Shin Nihon Bungaku (1981)
Manusia Sunda (1984)
Anak Tanahair (novel, 1985, terjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh Funachi Megumi, 1989.
Nama dan Makna (kumpulan sajak, 1988)
Sunda Shigishi hi no yume (terjemahan bahasa Jepang dari pilihan keempat kumpulan cerita pendek oleh T. Kasuya 1988)
Puisi Indonesia Modern, Sebuah Pengantar (1988)
Terkenang Topeng Cirebon (kumpulan sajak, 1993)
Sastera dan Budaya: Kedaerahan dalam Keindonesiaan (1995)
Mimpi Masasilam (kumpulan cerpen, 2000, sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang)
Masa Depan Budaya Daerah (2004)
Pantun Anak Ayam (kumpulan sajak, 2006)
Korupsi dan Kebudayaan (2006)
Hidup Tanpa Ijazah, Yang Terekam dalam Kenangan (otobiografi, 2008)

Ajip juga menulis drama, cerita rakyat, cerita wayang, bacaan anak-anak, lelucon, dan memoar serta menjadi penyunting beberapa bunga rampai.

sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Ajip_Rosidi



Heri Suhersono 

Berbicara seni lukis bordir hasil karya Heri Suhersono di dunia seni designer tanah air ini sudah tidak asing lagi, begitu pula saat membaca buku karya-karyanya tentang desain motif batik sudah melekat dikalangan akademika sebagai salah satu buku referensi studi di seluruh universitas Indonesia.

Bahkan lewat tangan pria asal Desa Enggalwangi Rt 04/04 Kec. Palasah ini seni lukis bordir bukan hanya diakui di Indonesia melainkan sampai mancanegara sebut saja Australia, Perancis, Brunei, Malaysia, Beijing, dan India. Boleh dikatakan Kab. Majalengka patut berbangga karena memiliki putra daerah yang berhasil sebagai maestro yang dikenal dengan karyanya seni lukis bordir karena di Indonesia boleh dikatakan hanya satu-satunya pelukis dengan menggunakan teknik bordir.
Kini sudah lebih dari 500 lukisan bordir yang ia ciptakan, bahkan tidak sedikit hasil karyanya ini koleksi dan pesanan oleh orang-orang penting, lembaga-lembaga penting, museum, gallery bergengsi baik di dalam maupun luar negeri. Selain melukis bordir, membatik, maupun menulis dia juga suka mengisi sebagai pembicara di berbagai acara seminar, konferensi,work shop juga mengisi kuliah umum diberbagai Perguruan Tinggi Desain dan Seni Rupa.
Namun sayang ketenaran suami dari Uti Sayuti,S.Pd ini yang sudah di akui oleh berbagai kalangan seniman tanah air ini, ironisnya justru bertolak belakang dengan keadaan ditempat tinggalnya yakni kab. Majalengka. Selama ini ide-ide brilian yang dimiliki oleh ayah dari Finy Yeary Pertiwi (15 ), Elit Jarashuda Alhaq (10 ) dan Herty Nahiatul Haq (2), tidak mendapat dukungan dari pemerintah daerah.
Belakangan ini sang maestro di kontrak oleh Bank Indonesia Semarang dengan Pemerintah kabupaten Kudus dan BPPTK Disnakertrans Propinsi Jawa Tengah, untuk memberikan Diklat Program Pengembangan desa Produktif Klaster Budaya / wisata bordir / Batik dan Konfeksi.
Menurut Heri dirinya pernah diminta bantuan oleh Pemerintah Kab. Majalengka sekitar lima tahun yang lalu, untuk mengerjakan suatu desain motif batik asli Majalengka. Dan dia pun berhasil menciptakan motif batik khas Kab. Majalengka dengan perpaduan motif buah Maja dan lambang kerajaan Pajajaran serta dipadu Mahkota Simbar Kencana sebagai lambang dari kerajaan Sindangkasih.
"Namun sayang ketika motif itu sudah jadi, hasil karya ini tidak ditindak lanjuti oleh Pemerintah Majalengka. Walau tidak terealisasikan saya bisa mengaplikasikan karya serta keahlian saya ini di kabupaten lain yang terpenting niat saya adalah tulus yakni mengembangkan seni batik, dan bordir" ungkapnya.
Pria yang mengaku mendapat inspirasi hasil karya-karyanya ini dari kegiatan sehari-hari ini, tidak pernah putus asa untuk menggeliatkan batik di Kab. Majalengka. Di galery milikya yang berada digarasi rumahnya ia membuka kursus batik secara gratis pada masyarakat yang ingin belajar membatik dan membordir.
"Saya mempunyai keinginan untuk menciptakan wilayah sentra batik di Kab. Majalengka ini, serta bisa mengembangkan seni lukis bordir dan membatik untuk masyarakat umum, agar batik ini bisa berkembang dan sekaligus membuka peluang usaha bagi mereka dikemudian hari," paparnya.
Kecintaanya terhadap seni lukis dan membatik sebenarnya sudah dilakoninya sejak kecil, keduaa orang tuanya merupakan pengusaha batik dan bordir di Kab. Indramayu dan merupakan perintis batik asli Indramayu. Dengan modal itu dia terus mengembangkan secara otodidak dengan belajar sendiri, membaca buku desain, berinovasi hingga akhirnya dia berhasil menciptakan karya seni lukisan bordir kontenporer.
Bebagai penghargaan pun banyak diraihnya, diantaranya : Penghargaan dari Organisasi Dunia UNPF (United Nation Population Fund) sebagai Juara Lomba Poster Internasional dalam rangka Konferensi Wanita se-Dunia ke empat, di Beijing RRC 1995. Penghargaan dari Menteri Negara Kependudukan dan BKKBN sebagai Juara Lomba Poster Kependudukan. Penghargaan dari Menteri Pos dan Telekomunikasi sebagai Juara Lomba Merancang Desain Prangko Indonesia Emas, tahun 1994.
Penghargaan dari Pemerintah Malaysia sebagai Juara Lomba Kaligrafi ( Mal Hijrah Tahun Baru Islam), 2002. Di samping juga meraih Juara Lomba 001 versi Saya Indosat, 1996. Juara Lukis Ikatan Dharma Wanita Jawa Barat, 1981. Juara Lomba Logo PORDA JABAR, Juara Lomba Kaligrafi KB Kesehatan Wilayah III Cirebon, 1988. Dan Juara Lomba Lukis Hari Jadi Kota Indramayu, Jawa Barat 1978.

Batik Ciri Khas Kab. Majalengka
Kini secercah harapan buah dari jerih payahnya dalam membangkitkan batik di Majalengka ini mulai membuahkan hasil, hasil karya batiknya pada pameran batik Ciayumajakuning beberapa waktu lalu di Kota Cirebon diserbu banyak pengunjung. Salah satunya adalah isteri dari Wakil Gubernur Jawa Barat yang memesan secara khusus lukisan batik, dan Bank Indonesia Cabang Cirebon memesan batik hasil karyanya untuk dijadikan salah satu seragam kantor.
Belum lama ini sang maestro di panggil secara khusus oleh Wakil Bupati Majalengka, Drs.H. Karna Sobahi, M.M.Pd. agar kembali meneruskan proyek pembuatan batik ciri khas Majalengka yang sempat mandeg. Dan rencananya batik ini nantinya akan dipakai sebagai seragam batik Pegawai Negeri Sipil Kab. Majalengka.
"Saya jelas merasa bangga apabila Majalengka ini mempunyai suatu motif batik yang dijadikan sebagai ciri khas Majalengka," katanya.
Lebih lanjut kata Heri, motif yang didesain dalam batik ciri khas Majalengka diambil dari sejarah para leluhur Majalengka. Didalam motif batik khas majalengka ini terdiri dari beberapa gambar seperti kujang, mahkota, dan buah maja masing-masing mempunyai arti tersendiri.

Seperti lambang kujang yang merupakan lambang dari kerajaan Padjadjaran, pada waktu itu kerajaan Sindangkasih memiliki hubungan erat dengan kerajaan padjadjaran dimana putra mahkota kerajaan Padjajaran mempersunting purti dari kerajaan sindangkasih. Mahkota sendiri merupakan mahkota simbarkencana yang dikenakan ratu dari kerajaan Singdangkasih. Sementara buah Maja merupakan salah satu buah yang menjadi kekhasan kerajaan sindangkasih, yang sekarang dijadikan sebagai nama Kabupaten Majalengka. (Opik)

(di posting oleh SINAR MEDIA pada 1/11/2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar